ayah
Di malam yang sunyi ini, angin berhembus
perlahan-lahan masuk ke tulangku. Aku rasakan dinginnya minta ampun. Namun,
disamping itu ada bulan yang cerah dan bintang-bintang menghiasi langit yang
hitam pekat menemani malamku.Aku melihat bulan dan bintang dengan jelas dari jendela kamarku. Masih dalam keadaan kedinginan aku bingung, 'malam ini mau ngapain ya .' Namun, tiba-tiba terfikir olehku, 'kenapa aku nggak dengarin musik aja' Akupun mengambil hand phone dan menghidupkan musik. Akupun larut dalam keasyikan musik ku sampai aku tidak sadar kalau aku bukan hanya asyik mendengarkan musik, tetapi aku juga berjoged sendiri.
Tidak berapa lama aku mendengarkan musik, tiba-tiba ayahku masuk ke kamarku dan mengajakku untuk sholat tahajjud.
'jalis, ayo kita sholat tahajjud nak, uda jam setengah satu nih.' kata ayah padaku.
'Adu...ayah ini ganggu kesenanganku aja pun, jawabku sedikit marah.
'lho, kamu kenapa sih nak, nggak seperti dulu, biasanyakan kalau sudah jam setengah satu kita sholat tahajjud bersama.'
'Aih...aku lagi capek yah, beso-besok aja, kan sholatnya bisa ditunda ke besok.'
'Lho, masa sholatpun di kerah-kerah, kan kita sholat hanya untuk mendapat ridho Allah,’
‘Tapi aku capek yah, nggak sholat tahajjud kan nggak papa sih yah, kan sunnah.’
‘Memang, kamu betul-betul berubah setelah lama nggak di pesantren, akhlakmu hilang, musnah dimakan zaman modern.’
‘Ala...terlalu banyak pun ceramah ayah,
sikit-sikit ceramah, Jadi kaya ustadz aja lama-lama. Udala...ayah aja yang
sholat sana.’
Aku pergi keluar rumah dengan perasaan marah
dan benci pada ayahku yang mengganggu kesenanganku. Aku berjalan tak tau mau
kemana. Di tengah jalan aku bertemu dengan tukang sate, aku mendatanginya dan
ingin membeli satenya. Namun, aku menjauh darinya setelah kuraba kantongku dan
aku menyadari ternyata aku pergi dari rumah tidak membawa uang sedikitpun.
Begitu aku menjauh, bapak tukang sate itu memanggilku,
‘Hei nak, kemarilah.’ Kata bapak itu
memanggilku.
‘ya pak, ada apa.’ Aku menjawab panggilan
bapak itu sambil bertanya.
‘kamu tidak ingin makan sate, atau kamu
nggak lapar.’
‘bukan pak, aku bukan nggak lapar,
sebenarnya aku ingin makan sate. Cuma aku nggak punya uang pak.’
‘Ya udah, ini bapak kasi gratis buat kamu.’
‘Wah, terima kasih banyak pak.
‘Sama-sama.’
Di waktu sateku tinggal 3 tusuk lagi tiba-tiba aku menangis.’
Eh, kamu kenapa menangis nak.’ Tanyak bapak
itu penuh keheranan melihatku.
‘Ngak papa pak, aku Cuma terharu.’
‘Emangnya ada apa, coba beri tahu bapak.
Mana tau bapak bisa bantu kamu.’
‘Begini pak, bapak baik sekali padaku.
Padahal bapak kenal aku pun tidak. Lah ayahku yang sudah kenal aku dari kecil
jahat sama aku, suka sekali mengganggu kesenanganku.’
‘Lho, kamu nggak boleh ngomong seperti itu.
Kamu baru aja saya kasi beberapa tusuk sate sudah berterima kasih dengan saya.
lah itu ayahmu setiap hari mencari nafkah untukmu, bukan sekali dua kali, tapi
dari kau kecil hingga saat ini. Seharusnya kamu berterima kasih seumur hidup
padanya.’
Mendengar kata-kata bapak itu aku tertegun
dan berfikir sejenak. Lalu aku habiskan sateku dan mengembalikan mangkoknya
pada bapak itu. Belum sempat aku ngomong bapak itu langsung berkata padaku.
‘nah, abis ini kamu pulang dan minta maaflah
pada ayahmu, mungkin dia sedang mengkhawatirkanmu di rumah. Ayo pulanglah.’
‘baik pak’
Aku pun kembali ke rumah dengan tujuan ingin
minta maaf pada ayahku. Sebelum sampai di rumah aku jalan sambil menyusun
kata-kata yang ingin aku katakan pada ayahku.
Begitu aku membuka pintu, ayah langsung
memanggilku dan berkata.
‘adu nak....kamu kemana aja, ayah sangat
kawatir akan keadaanmu, syukur kamu baik-baik saja. Itu makan, ayah tadi masak
mie, Mana tau kamu lapar. Ayo cepat, nanti keburu dingin mie nya.’
Mendengar kata-kata ayh itu aku langsung
menangis dan memeluk ayah sambil berkata.
‘ayah, aku minta maaf karna melawan perintah
ayah. Aku ngaku kalau aku salah. Aku ingin taubat yah, tolong maafkan aku.
‘Sebelum kamu minta maaf ayah sudah maafkan
kamu nak, yang penting kamu jangan ulangi lagi kesalahanmu.’
‘Baik ayah.’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar